UTS - ETIKA BISNIS
5 KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS
1. Kasus yang masih sangat hangat adalah ada seorang penumpang Garuda yang menuntut perusahaan penerbangan ini ke Pengadilan Negeri, karena merasa di perlakukan tidak adil sesuai dengan janji pelayanan garuda saluran tv dibangkunya. Si penumpang ini menuntut Garuda sebesar Rp. 100 atas janji yang tidaGugatan ini bermula ketika pada kamis 25 Juli 2019, David mendapati monitor di bangku tempat duduknya tidak bisa dihidupkan. Saat memberi komplain kepada awak kabin, David mendapat penjelasan bahwa benar monitor tersebut tidak bisa dihidupkan dengan alasan pengaturan baru. Pada monitor tersebut juga terdapat stiker bertuliskan "Monitor IFE dimatikan/ IFE Monitor Deactivated". David mengatakan sebagai maskapai full service, dalih itu seharusnya tidak menjadi alasan Garuda. Sebaliknya, ia menilai maskapai plat merah ini memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan penuh terutama saat konsumennya telah membayar harga penuh. Selain Garuda, Kementerian Perhubungan menjadi tergugat ke-II. David menduga, Kemenhub telah lalai dalam melakukan pengawasan terhadap Garuda. "Kemenhub membiarkan Garuda menjual tiket pesawat dengan pelayanan standar maksimum, namun pada faktanya fasilitas yang didapatkan tidak sesuai dengan harga tiket yang dibayarkan," ucap David. Dalam petitumnya David menuntut hal-hal sebagai berikut: mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan Garuda dan Menteri Perhubungan telah melakukan perbuatan melawan hukum. “Menghukum Garuda untuk memberikan ganti rugi materil kepada Penggugat berupa 1 (satu) buah tiket pesawat kelas ekonomi untuk rute penerbangan dari Pontianak menuju Jakarta dengan media hiburan yang berfungsi dengan baik. Menghukum Garuda untuk memberikan ganti rugi imateril kepada penggugat sebesar Rp. 100,- (seratus rupiah),” kata dia. Kemudian, memerintahkan Menteri Perhubungan untuk memberikan sanksi kepada Garuda untuk tidak menjual tiket pesawat yang tempat duduknya tidak dilengkapi media hiburan.
Sumber : https://tirto.id/garuda-indonesia-digugat-karena-tv-di-pesawat-tak-berfungsi-ee7V
2. Kasus Fintech Salah satu perusahaan fintech belum lama ini mempermalukan seorang nasabahnya secara tidak etis di berbagai media daring dengan memajang foto wanita dengan di lengkapi kata-kata yang sangat tidak senonoh. Kompas.com memberitakan dengan judul "Fintech yang Umumkan Nasabah "Siap Digilir" Sudah Diblokir"
Peristiwa yang terjadi di Solo Jawa Tengah
ini dialami oleh seorang wanita berinisial YI, yang tergiur untuk mencoba
menggunakan fasilitas pinjaman online dari sebuah perusahaan fintech. Namun
karena dia terlambat mengembalikan pinjaman itu, maka perusahaan ini menagih
dan menyebarkan pemberitaan yang sangat melukai hari nasabahnya itu.
Walaupun si nasabah ini sudah
memberitahukan kepada perusahaan akan keterlambatan itu, dan bukan tidak mau
mengembalikan pinjaman tersebut.
YI menyesalkan foto dirinya disebar ke
media sosial dengan diimbuhi tulisan tidak senonoh yang menyatakan bahwa dia
rela digilir untuk membayar utangnya. Ia mengaku mengenal fasilitas pinjaman
online itu melalui pesan pendek yang dia terima. "SMS yang berisi promosi
pinjaman utang yang menjanjikan kemudahan," katanya.
Walaupun pihak aparat kepolisiaan sangat
cepat bergerak dan bahkan perusahaan fintech ini sudah dibekukan aplikasinya
dan sedang diburu siapa-sapa saja orang yang ada dibelakang pengelolaannya.
Namun, dampak dari peristiwa ini telah
melukai nasabah yang seharusnya di jaga dengan baik. Dan telah menjadi trauma
di tengah-tengah masyarakat bisnis dan industri.
Juga di ketahui kalau perusahaan fintech
yang menghina nasabahnya itu termasuk ilegal, artinya belum mendapatkan izin
dari pihak Ototitas Jasa Keuangan atau OJK yang mempunyai kewenangan mengawasi
dan mengendalikan industri pembiayaan ini.
3. Kasus besar lain tahun ini melibatkan sebuah organisasi yang kebanyakan tidak akan menganggapnya sebagai bisnis dalam pengertian tradisional, yaitu FIFA (the Fédération Internationale de Football Association). Badan pengatur sepak bola di seluruh dunia. Pada bulan Mei, beberapa pemimpin organisasi ditangkap karena korupsi – tapi bukan presiden bombastisnya, Sepp Blatter. Bulan berikutnya, Blatter mengundurkan diri , dan baru-baru ini dilarang, selama 8 tahun, berpartisipasi dalam kegiatan sepak bola yang terkait, oleh komite etik FIFA.
Sumber : https://muamala.net/contoh-pelanggaran-etika-bisnis/
4. PHK tidak selalu sama dengan pemecatan. Dalam UU No 13/2003,Di PT APL industri kayu telah bekerja selama 17 tahun sebagai security di PT APL secara terus menerus tanpa putus, namun dia tidak diakui sebagai karyawan tetap oleh perusahaan tersebut. Pada tanggal 3/03/2019, perusahaan/ kepala personalia ,sebut saja (SM) melakukan pemutusan/pengakhiran hubungan kerja (PHK) terhadap Roestomo tanpa pemberitahuan, tanpa alasan, tanpa adanya kesalahan, dan tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Bukan hanya itu, Roestomo disuruh bikin verklaring tanggal 03/2018. s/d 03/2019 berarti 1 Tahun , yang seharusnya, ( 2002 s/d 2019 ).“Roestomo bekerja selama 12 jam, di bayar hanya 8 jam ,kemudian waktu yang 4 jam itu di kemanakan ?.Bapak Roestomo mau di kasih pesangon Rp 3,9 juta, bahkan di berhentikan juga sama personalia ,” tandasnya.
PHK seringkali disamakan dengan pemecatan secara sepihak oleh perusahaan terhadap pekerja karena kesalahan pekerjanya, sehingga kata PHK terkesan negatif.Padahal, pada kenyataannya dalam UU Ketenagakerjaan ini telah disetujui lengkap tentang seluruh perusahaan terhadap karyawan dan hak apa saja yang berhak diperoleh oleh karyawan.Tujuannya Tentu saja agar karyawan di Indonesia dapat memiliki kesejahteraan yang terjamin. SayangnyaSayangnya, hal ini belum sepenuhnya terwujud di Indonesia karena masih banyak perusahaan dan karyawan yang tidak tahu tentang Undang-undang Ketenagakerjaan ini.
Sumber : http://modusinvestigasi.com/pt-apl-banjar-phk-sepihak-karyawan/
“Hingga saat ini pimpinan KPK tidak mengumumkan perkembangan pelaporan terhadap dua deputi ini. Sebagai pelapor, kami berhak mendapatkan informasi. Hal ini akan mengurangi nilai transparansi dan akuntabilitas yang selama ini dikenal di KPK,” ujarnya seusai audiensi di Gedung KPK, Jumat (3/5/2019). Karena itu, pihaknya mendesak agar para pimpinan komisi tersebut untuk memberikan respons mengenai perkembangan penanganan berbagai laporan dugaan pelanggaran etik di internal lembaga antikorupsi tersebut.
#bangganarotama
#narotamajaya
#thinksmart
#FEBunnarsurabaya
#ayuraidosen
#etikabisnis
#missmanagement
Komentar
Posting Komentar